pengertian pelapukan
22 November 2010 Tinggalkan komentar
Pelapukan merupakan proses proses alami yang menghancurkan batuan menjadi tanah. Jenis pelapukan:
- Pelapukan biologi: merupakan pelapukan yang disebabkan oleh makhluk hidup. contoh: tumbuhnya lumut
- Pelapukan fisika: merupakan pelapukan yang disebabkan oleh perubahan suhu atau iklim .contoh : perubahan cuaca
- Pelapukan kimia: merupakan pelapukan yang disebabkan oleh tercampurnya batuan dengan zat – zat kimia . contoh: tercampurnya batu oleh limbah pabrik yang mengandung bahan kimia
Dalam kehidupan sehari-hari, proses pelapukan sering terjadi. batu kecil yang terus ditetesi oleh air hujan maupun air biasa lama kelamaan akan melapuk dan menjadi tanah. peristiwa itu sering disebut dengan pelapukan fisika. batu yang ditumbuhi lumut lama kelamaan akan pecah dan hancur. peristiwa tersebut sering disebut pelapukan biologi.Dan masih banyak lagi contoh-contoh pelapukan.
Tenaga yang berperan dalam proses pelapukan bemacam-macam:
- pelapukan biologi (pelapukan organik): tenaga penghancurnya berupa makhluk hidup. contoh:tumbuhan, hewan dan manusia
- pelapukan fisika (mekanik): tenaga penghancurnya adalah temperatur, suhu, udara, air dan lain-lain
- pelapukan kimia (dekomposisi): tenaga penghancurnya perupa zat kimia. contoh:senyawa, oksigen, atom, dan lain-lain
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Kiranya penting untuk diketahui bahwa proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang dapat sangat berbeda dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk (asal) nya, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration) pelapukan dan proses jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995).
Di alam pada umumnya ke tiga jenis pelapukan (fisik, kimiawi dan biologis) itu bekerja bersama-sama, namun salah satu di antaranya mungkin lebih dominan dibandingkan dengan lainnya. Walaupun di alam proses kimia memegang peran yang terpenting dalam pelapukan, tidak berarti pelapukan jenis lain tidakpenting. Berdasarkan pada proses yang dominan inilah maka pelapukan batuan dapat dibagi menjadi pelapukan fisik, kimia dan biologis.
Pelapukan fisik adalah proses dimana batuan pecah menjadi kepingan yang lebih kecil, tetapi tanpa mengalami perubahan komposisi kimia dan mineral yang berarti. Pelapukan fisik ini dapat menghasilkan fragment/kristal kecil sampai blok kekar (joint block) yang berukuran besar.
Jenis pelapukan fisik
1. Stress release: batuan yang muncul ke permukaan bumi melepaskan stress menghasilkan kekar atau retakan yang sejajar permukaan topografi. Retakan-retakan itu membagi batuan menjadi lapisan-lapisan atau lembaran (sheet) yang sejajar dengan permukaan topografi. Proses ini sering disebut sheeting. Ketebalan dari lapisan hasil proses sheeting ini semakin tebal menjauhi dari permukaan. Proses pelapukan jenis ini sering terjadi pada batuan beku terobosan yang dekat permukaan bumi.
2. Frost action and hydro-fracturing: pembekuan air dalam batuan. Air atau larutan lainnya yang tersimpan di dalam pori dan/atau retakan batuan akan meningkat volumenya sekitar 9% apabila membeku, sehingga ini akan menimbulkan tekanan yang cukup kuat memecahkan batuan yang ditempatinya. Proses ini tergantung :
• keberadaan pori dan retakan dalam batuan
• keberadaan air/cairan dalam pori
• temperatur yang turun naik dalam jangka waktu tertentu.
3. Salt weathering: pertumbuhan kristal pada batuan. Pertumbuhan kristal pada pori batuan sehingga menimbulkan tekanan tinggi yang dapat merusak/memecahkan batuan itu sendiri.
4. Insolation weathering: akibat pemanasan dan pendinginan permukaan karena pengaruh matahari. Tentu saja pelapukan jenis ini akan besar pengaruhnya di daerah yang mengalami perbedaan suhu cukup besar, misalnya siang (panas) dan malam (dingin).
5. Alternate wetting and drying: pengaruh penyerapan dan pengeringan dengan cepat.
Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu batuan dapat berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air kemudian bereaksi dengan udara (O2 atau CO2), menyebabkan sebagaian dari mineral itu menjadi larutan. Selain itu, bagian unsur mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur setempat membentuk kristal mineral baru.
Pada pelapukan kimia air dan gas terlarut memegang peran yang sangat penting. Sedangkan pelapukan kimia sendiri mempunyai peran terpenting dalam semua jenis pelapukan. Hal ini disebabkan karena air ada pada hampir semua batuan walaupun di daerah kering sekalipun. Akan tetapi pada suhu udara kurang dari 30o C, pelapukan kimia berjalan lebih lambat. Proses pelapukan kimia umumnya dimulai dari dan sepanjang retakan atau tempat lain yang lemah.
Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim, komposisi mineral dan ukuran butir dari batuan yang mengalami pelapukan. Pelapukan akan berjalan cepat pada daerah yang lembab (humid) atau panas dari pada di daerah kering atau sangat dingin. Curah hujan rata-rata dapat mencerminkan kecepatan pelapukan, tetapi temperatur sulit dapat diukur. Namun secara umum, kecepatan pelapukan kimia akan meningkat dua kali dengan meningkat temperatur setiap 10oC. Mineral basa pada umumnya akan lebih cepat lapuk dari pada mineral asam. Itulah sebabnya basal akan lebih cepat lapuk dari pada granit dalam ukuran yang sama besar. Sedangkan pada batuan sedimen, kecepatan pelapukan tergantung dari komposisi mineral dan bahan semennya.
Jenis pelapukan kimia
1. Hidrolisis adalah reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan mengandung ion H+) dimana memungkinkan pelarut mineral silikat dan membebaskan kation logam dan silika. Mineral lempung seperti kaolin, ilit dan smektit besar kemungkinan hasil dari proses pelapukan kimia jenis ini (Boggs, 1995). Pelapukan jenis ini memegang peran terpenting dalam pelapukan kimia.
2. Hidrasi adalah proses penambahan air pada suatu mineral sehingga membentuk mineral baru. Lawan dari hidrasi adalah dehidrasi, dimana mineral kehilangan air sehingga berbentuk anhydrous. Proses terakhir ini sangat jarang terjadi pada pelapukan, karena pada proses pelapukan selalu ada air. Contoh yang umum dari proses ini adalah penambahan air pada mineral hematit sehingga membentuk gutit.
3. Oksidasi berlangsung pada besi atau mangan yang pada umumnya terbentuk pada mineral silikat seperti biotit dan piroksen. Elemen lain yang mudah teroksidasi pada proses pelapukan adalah sulfur, contohnya pada pirit (Fe2S).
4. Reduksi terjadi dimana kebutuhan oksigen (umumnya oleh jasad hidup) lebih banyak dari pada oksigen yang tersedia. Kondisi seperti ini membuat besi menambah elektron dari Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah larut sehingga lebih mobil, sedangkan Fe3+ mungkin hilang pada sistem pelapukan dalam pelarutan.
5. Pelarutan mineral yang mudah larut seperti kalsit, dolomit dan gipsum oleh air hujan selama pelapukan akan cenderung terbentuk komposisi yang baru.
6. Pergantian ion adalah proses dalam pelapukan dimana ion dalam larutan seperti pergantian Na oleh Ca. Umumnya terjadi pada mineral lempung.
Tanah (soil) adalah suatu hasil pelapukan biologi (Selley, 1988), dimana komposisinya terdiri atas komponen batuan dan humus yang umumnya berasal dari tetumbuhan. Bagi geologiawan studi tanah ini (umumnya disebut pedologi) lebih dipusatkan pada tanah purba (paleosoil),dimana akan membantu untuk mengetahui perkembangan sejarah geologi pada daerah yang bersangkutan. Akan tetapi perlu kiranya diketahui bahwa ciri dan ketebalan tanah hasil pelapukan sangat erat hubungannya dengan batuan induk (bedrock), iklim (curah hujan dan temperatur), kemiringan lereng dari batuan induk itu sendiri.
Pedologist (ahli tanah) membagi tanah menjadi tiga zona (Gambar II.1):
1. Zona A atau “lapisan eluvial”, merupakan bagian paling atas pada umumnya berwarna gelap karena humus. Zona A ini merupakan zona dimana kimia (terutama oksidasi) dan biologi berlangsung kuat. Pada zona ini material halus (lempung) dicuci dan terbawa ke bawah lewat di antara butiran.
2. Zona B atau “lapisan iluvial”, material halus (lempung) yang tercuci dari zona A akan terperangkap pada lapisan ini. Zona B ini dikuasai oleh mineral dan sedikit sedikit jasad hidup.
3. Zona C adalah zona terbawah dimana pelapukan fisik berlangsung lebih kuat dibandingkan pelapukan jenis yang lain. Ke bawah zona C ini berubah secara berangsur menjadi batuan induk yang belum lapuk.
Ketebalan setiap zona sangat bervareasi pada setiap tempat. Demikian juga keberadaan setiap zona tidak selalu dijumpai. Ketebalan zona sangat tergantung dari kecepatan pelapukan, iklim, komosisi dan topografi batuan induk.
Fosil tanah atau tanah purba atau paleosoil adalah suatu istilah untuk tanah yang berada di bawah bidang ketidakselarasan. Tanah purba ini merupakan bukti bahwa lapisan itu pernah tersingkap pada permukaan. Akan tetapi perlu diingat bahwa tanah purba di bawah ketidakselarasan ini tentu bagian atasnya pernah tererosi sebelum terendapkan lapisan penutupnya. Lapisan tanah purba dalam runtunan batuan sedimen pada umumnya ditemukan pada endapan sungai dan delta. Tanah purba ini juga umum ditemukan di bawah lapisan batubara dimana kaya akan akar dan sering berwarna putih karena proses pencucian yang intensif (Selley, 1988).
Peranan tanah purba ini semakin besar dimasa kini; sehingga timbul pertanyaan bagaimana mengenali tanah purba ini dengan mudah. Fenwick (1985) memberikan kreteria sebagai berikut:
1. hadirnya suatu lapisan yang kaya akan sisa jasad hidup,
2. lapisan merah yang semakin jelas ke arah atas,
3. penurunan tanda mineral lapuk ke arah atas,
4. terganggunya struktur organik oleh aktifitas jasad hidup (seperti cacing) atau proses fisik (contohnya pengkristalan es).
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa pelapukan menyebabkan suatu batuan mengalami proses pengahancuran menjadi serpihan dan larutan kimia. Serpihan batuan yang masih mempunyai sifat aslinya sebagian besar berupa butir-butir kuarsa dan lempung dimana dikemudian mereka akan diendapkan membentuk batuan sedimen klastika. Sedangkan yang berupa larutan kimia akan membentuk batuan sedimen kimia seperti batugamping, dolomit dan batuan evavorasi lainnya. Selain itu larutan kimia ini juga dapat bereaksi dengan “bahan setempat” membentuk kristal baru dengan komposisi yang lain.
Beberapa endapan bijih dihasilkan dari proses pelapukan ini diataranya adalah nikel, besi dan krom. Laterit adalah tanah merah hasil dari pelapukan yang intensif dari batuan yang kaya akan besi dan nikel. Di Sulawesi Selatan (Soroako) dan Sulawesi Tenggara (Pomalaa) dikenal penghasil